Al-Quran, Tentang Surah Makkiyah Dan Surah Madaniyah


LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan kitab suci sekaligus sumber rujukan utama bagi umat Islam. Memahami kandungan Al-Qur’an tentu akan sangat bermanfaat sekali karena di dalam alqur’an tidak semata memuat masalah-masalah keimanan, ibadah, dan sejarah umat terdahulu. Al-Qur’an juga memperhatikan masalah sains, gender, ham, dan permasalahan lain yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia. Hal tersebut menandakan bila sebenarnya manusia memang telah dipersiapkan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini, dan tuhan membekali manusia dengan beberapa perangkat yang ada, maka Al-Qur’an adalah salah satu perangkat tersebut.

Menurut fakta histories, Al-Qur’an tidak langsung diturunkan dalam sekali waktu. Hal mana dengan adanya metode berangsur-angsur, ayat-ayat dari Al-Qur’an menjadi sebuah tanda dari tuhan agar Nabi Muhammad menjadi lebih kuat dalam berdakwah, bisa juga, ayat-ayat tertentu menjadi makin relevan dengan sebuah masalah yang tengah dihadapi oleh sang nabi beserta umatnya. Walau sebenarnya bisa saja Al-Qur’an diturunkan dalam sekali tempo, tetapi kenyataannya tidak seperti itu.

Ayat-ayat atau surah Al-Quran juga dibedakan menjadi dua golongan, yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Pengklasifikasian ini meski disandarkan pada tempat di mana ayat atau surah tersebut turun, tapi bila ditinjau lebih dalam lagi akan ditemukan bila sebenarnya kandungan dua surah tersebut menunjukkan hal yang tidak sama pula.

I. DEFINISI MAKIYAH DAN MADANIYAH
Ada beberapa pendapat tentang definisi surah Makkiyah dan Madaniyah ini, namun ada tiga pendapat yang masyhur yang dijadikan rujukan. 

Pertama, surat Makkiyah adalah surah yang diturunkan di Mekkah walaupun turunnya itu setelah hijrah. Sedangkan surat Madaniyah adalah surah yang dirunkan di Madinah. Hanya saja, surah yang turun di daerah sekitar Mekkah untuk selanjutnya dikategorikan sebagai surah Makkiyah, demikian juga dengan daerah-daerah sekitar madinah, maka secara langsung menjadi surah Madaniyah. Klasifikasi ini tentunya berdasar pada lokasi tempat surah tersebut diwahyukan, meski tidak semua surah bisa digeneralisir dalam dua kelompok tadi. Seperti contoh ayat berikut:

At Taubah: 4 
Ayat ini turun di Tabuk

Az Zukhruf: 45
"Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang Telah kami utus sebelum kamu: “Adakah kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah?”

Ayat ini turun di Baitul Maqdis pada malam Isra’ dan Mi’raj. Maka kemudian dari sini bisa dipahami kalau pembatasan yang menggunakan pendekatan area wahyu turun, maka ayat yang turun selain di Mekkah dan Madinah tidak masuk dalam dua klasifikasi tersebut.

Kedua, ayat Makkiyah adalah yang mengkhitobi penduduk Mekkah, sementara ayat Madaniyah mengkhitobi penduduk Madinah. Ayat-ayat yang dimulai dengan lafadz “Ya Ayyuha Al-Naasu” adalah ayat Makkiyah, sebab kebanyakan penduduk Mekkah terdiri dari kaum kafir, sehingga mereka dikhitobi dengan yang demikian. Sedangkan ayat yang dimulai dengan lafadz”Ya Ayyuha Al-ladziina Aamanu” adalah ayat Madaniyah, karena penduduk Madinah kebanyakan terdiri dari kaum beriman, walau penduduk Madinah tidak semuanya beriman. Sebagian ulama menyamakan “Ya Bani Adam” dengan “Ya Ayyuhan Naasu”.

Penggolongan yang kedua ini mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya adalah, bahwa tidak semua surah dalam Al-Qur’an dimulai dengan lafadz“Ya Ayyuha Al-Naasu” atau juga lafadz”Ya Ayyuha Al-ladziina Aamanu”, sebagaimana permulaan surah al-ahzab:

Al Ahzab: 1
Hai nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,"

Dan permulaan surah Al-Munafiquun

Al Munaafiquun ayat 1
"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta."

Selanjutnya, dalam penggolongan ini sebenarnya tidak berlaku secara umum karena pada beberapa kejadian dapat ditemukan surah Madaniyah menggunakan lafadz ”Ya Ayyuhan Naasu”, contohnya pada surah An-Nisa’. Surah ini tergolong Madaniyah.

Maka, sebagian ulama berpendapat mengenai pengertian yang kedua ini bila yang dimaksud surah Makkiyah adalah kebanyakan surah yang diawali ataupun terdapat lafadz ”Yaa Ayyuha An-Nasu”, sementara surah Madaniyah adalah kebanyakan surah yang diawali atau terdapat lafadz ”Yaa Ayyuha Al Ladziina Amanu”.

Ketiga, pengertian surah Makkiyah Madaniyah dijelaskan berdasarkan hijrah rasul. Wahyu yang turun sebelum hirah maka disebutlah golongan Makkiyah, sementara yang turun selepas hijrah dinamakan Madaniyah. Landasan yang dipakai oleh para ulama dalam menjelaskan definisi ini adalah surah Al-Maidah ayat 3:

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini] orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa] Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat ini merupakan wahyu yang turun di Arafah pada haji wada’.

Dan An-Nisa: 58
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat."

Ayat tadi termasuk golongan Madaniyah meski turun di dalam Ka’bah di kota Mekkah pada waktu fathul Makkah. 

Dari definisi yang memakai pembatasan waktu hijrah ini dapat dipahami bila surah Makkiyah adalah surah yang diturunkan sebelum masa hijrah meskipun turunnya di luar kota Mekkah, sementara surah Madaniyah adalah surah-surah yang diturunkan setelah nabi hijrah ke Madinah meskipun surah tersebut turun di Mekkah dan di luar Madinah.

II. MANFAAT MEMAHAMI SURAH MAKIYAH DAN SURAH MADANIYAH
Manfaat mengetahui perbedaan dari dua jenis surah tersebut adalah, bisa membedakan mana yang nasikh dan mansukh. Apabila ada dua ayat atau lebih yang membicarakan obyek yang sama, tetapi kandungan hukumnya berbeda, maka bisa dipahami bila ayat Madaniyah menasikh ayat-ayat Makkiyah karena ayat Madaniyah turun terakhir. Jadi ketetapan hukumnya lebih kuat ayat-ayat Madaniyah.

Manfaat lain dari mengetahui surah Makkiyah dan Madaniyah adalah mengetahui tarikh tasyri’ dan pentahapan dalam pentasyri’an hukum secara umum. Bahwa pada mulanya Nabi membangun pondasi iman di dalam dakwahnya yang pertama, yaitu di kota Mekkah serta sebelum hijrah. Hal tersebut bertujuan supaya pondasi keagamaan nanti yang akan dibangun benar-benar kuat. Kemudian setelah hijrah, maka tugas Nabi selanjutnya tidak sekedar masalah iman, tapi juga membangun masyarakat Islam, menetapkan hukum-hukum syariat yang bisa jadi belum terjelaskan secara detail sewaktu belum hijrah.

III. CARA MENGETAHUI SURAH MAKIYAH DAN SURAH MADANIYAH
Metode untuk sampai dengan tepat terhadap pemberian identitas apakah ini surah Makkiyah atau Madaniyah, yang paling tepat dan selamat dari segala fitnah adalah dengan naqlis simai (kutipan lisan), yaitu suatu metode mengenali jenis surah yang disandarkan pada periwayatan dari salah satu sahabat periode wahyu, dan mereka menyaksikan turunnya ayat, atau dari para tabiin yang mendengar dari para sahabat sendiri.

Al Baqilani berkata, sebagaimana dikutip kembali oleh Fahd bin Abdirrahman Arrumi:

"Pengetahuan tentang ayat-ayat makkiyah dan madaniyah sungguh mengacu pada hafalan para sahabat dan tabiin. Tidak berasal dari nabi sendiri, meski berupa komentar. Sebab beliau tidak diperintahkan, dan allah belum menjadikan hal tersebut suatu ilmu yang menjadi kewajiban umat. Maka kita diwajibkan mengetahui hal tersebut untuk bisa melihat sejarah nasikh mansukh, dan itu diketahui tanpa nash dari rasul."

Di antara contahnya adalah surah Al Anfal 64
"Hai nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu."

Al-Bazzar meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ayat tersebut diturunkan setelah Umar masuk Islam. Sehingga ayat ini diketahui sebagai ayat Makkiyah.

Metode yang kedua adalah qiyas ijtihadi, yaitu suatu upaya mengenali surah yang ada melalui karakteristik surah itu sendiri. Karena tidak semua surah diketahui tempat turunnya, atau tidak semua surah ada periwayatan dari para sahabat terkait di mana persisnya lokasi turunnya ayat tersebut. 

Pemahaman tentang kebudayaan masyarakat Mekkah dan Madinah serta penelitian sejarah yang valid sangat mendukung proses qiyas ijtihadi ini. Hal itu sangat beralasan mengingat pengetahuan akan budaya dan sejarah suatu masyarakat mampu membantu peneliti atau ulama dalam mempermudah tugasnya. Sehingga dari metode ini bisa didapat beberapa jalan untuk dapat mengenali apakah ini termasuk surah Makkiyah, di antaranya adalah:

Setiap surat yang di dalamnya terdapat lafadz kalla, maka ia termasuk Makkiyah. Hikmah dari lafadz kalla adalah, lafadz ini ditujukan pada penduduk Mekkah yang terkenal dengan sikap yang keras kepala, maka lafadz ini bermaksud untuk mengingatkan penduduk Mekkah. Kalimah kalla disebut 33 kali dalam 15 surah, semuanya dalam separo terakhir Al-Quran.

Berbeda dengan penduduk Madinah yang sifat dan tabiat mereka tidak sekeras penduduk Makkah, maka gaya bahasa yang dipakai pun menjadi lain, hal ini menunjukkan bila dalam upayanya merubah kondisi suatu kaum, agama Islam juga memperhatikan aspek budaya suatu masyarakat supaya nilai-nilai agama menjadi lebih mudah dicerna, karena tidak bertentangan dengan budaya mereka.

Setiap surah yang terdapat ayat sajadah adalah surah Makkiyah. Seperti Al-A’raf, Ar-Ra’d, An-Nahl,Al-Isra’,Maryam, Al-Hajj,Al-Furqon, An-Naml, As-Sajdah, Al-Fushshilat, An-Najm, Al-Insyiqaq, Al-Alaq.

Menurut ijma’ ulama, setiap surah yang dimulai dengan huruf hijaiyyah (tahajji) selain Al Baqarah dan Ali Imran adalah Makkiyah.

Setiap surah yang di dalamnya terdapat kisah para nabi dan rasul kecuali surah Al-Baqarah (karena Al Baqarah adalah surah Madaniyyah).

Semua surah yang menceritakan Adam dan Iblis adalah surah makkIyah, kecuali surah Al Baqarah.

Setiap surah yang dimulai dengan ungkapan Ya Ayyuha An Nasu, kecuali surah Al Hajj.

Surah yang ayatnya pendek-pendek.

Setiap surah yang dimulai dengan qosam, ada lima belas surah yang dimulai dengan qosam, yaitu Ash-Shaffat, Az-Zariat, Ath-Thur,An-Najm,Al-Mursalat, An-Naziat, Al-Buruj,Ath-Thariq,Al-Fajr, As-Syams,Al-Lail,Adh-Dhuha, At-Tin, Al-Adiyat, Al-Ashr.

Sedangkan untuk mengenali surah Madaniyah, bisa dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:

Surah yang menjelaskan faraidl dan hudud

Urwah bin az-zubair berkata: ayat-ayat yang mengandung hukuman (had) atau kewajiban (faridhoh), sesungguhnya turun di Madinah. Sedangkan Muhammad bin As-Saib Al Kalbi berkata: setiap surah yang disebut di dalamnya had-had (hudud) dan kewajiban-kewajiban(faraidh) adalah Madaniyah.

Surat yang terdapat keterangan tentang Jihad.

Setiap surah yang mengandung penuturan orang munafik, kecuali surah Al Ankabut. Sebelas ayat yang pertama dari surah Al Ankabut merupakan surah Makkiyah, tetapi setelah itu ayat Madaniyah. Makki bin Abu Thalib Al-Qaisi berkata: setiap surah yang di dalamnya disebut (mengenai) orang-orang munafik adalah Madaniyah. Yang lain menambahkan, kecuali pada surah Al-Ankabut.

Setiap surah yang terdapat lafadz Yaa Ayyuhalladziina Amanu.

Dari alqomah, dari Abdullah Ibn Mas'ud: ya ayyuhalladziina amanu diturunkan di Madinah, sedangkan yang memuat ya ayyuhannas turun di Mekkah. Ibnu Athiyah, Ibnu Al-Faras dan kawan-kawan berkata mengenai kalimah yaa ayyuhalladziina amanu adalah benar, sedangkan mengenai yaa ayyuhannas kadang-kadang juga terdapat pada surah Madaniyah.

Ada perbedaan lain yang dapat dipakai untuk membedakan kedua surah tersebut, hanya saja perbedaan ini tertuju pada makna daripada kedua surah tersebut turun.

Pertama, surah Makkiyah berusaha membangun pondasi keimanan penduduk dengan jalan menawarkan konsep ketauhidan yang lebih masuk akal daripada praktek mereka yang cenderung politheisme dan paganisme. Hingga Allah dalam surah Al-Hajj mencoba memberi kesempatan kepada kafir Mekkah untuk menunjukkan kekuasaan tuhan atau berhala-berhala yang mereka sembah untuk membuat lalat.

Surah Al-Hajj: 73
"Hai manusia, Telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah."

Taklid buta atas nenek moyang juga ingin diluruskan oleh agama Islam, tidak semua apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang adalah sebuah kebenaran yang tidak bisa dipertanyakan ulang. Apalagi ini adalah masalah keimanan serta terkait dengan peribadatan terhadap tuhan. Dalam hal ini, Al-Quran mencoba menegur umat(tidak sebatas penduduk Mekkah) yang cenderung taklid buta terhadap nenek moyang mereka.

Al Baqarah: 170
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.

Kedua, surah-surah Makkiyah mengajak penduduk Mekkah untuk memikirkan ayat-ayat Allah. Baik yang ada dalam diri mereka sendiri atau yang tergelar dalam alam raya. Selain itu pula, penduduk Mekkah diajak untuk memikirkan bila kehidupan ini tidak terputus setelah kematian. Banyak anggapan yang diyakini oleh orang Mekkah bila setelah mati orang tidak akan bangkit kembali. Hal ini adalah sebuah fenomena wajar yang ditemukan bukan hanya dalam penduduk Mekkah.

Mereka yang mempunyai pendapat demikian biasanya terlalu mengagungkan akal pikiran serta logika mereka, sedangkan umat beragama, meski yang disembah sebatas nenek moyang atau dewa alam, tetap mempercayai bahwa setelah kematian akan ada alam lain yang harus dijalani oleh manusia.

Ketiga, surah Makkiyah menegur kebiasaan penduduk Mekkah yang cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, seperti mengubur anak perempuan yang masih hidup, perang hanya untuk menyelesaikan masalah kecil, pelanggaran kehormatan, memakan harta anak yatim. Al-Quran mencoba mengadakan counter budaya dengan menawarkan satu budaya yang lebih arif, dan tidak melanggar nilai humanisme.

Keempat, surah Makkiyah terlihat pendek-pendek, hal mana karena penduduk Mekkah termasuk pintar gaya bahasanya, namun sombong, apabila rasul membaca alquran, mereka tidak mau mendengarkan dan bahkan berteriak keras-keras. 

Ini dijelakan dalam Surah Al Fushilat: 26
"Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”.

Berpanjang-panjang dalam hal demikian tentu tidak efektif dalam dakwah Islam, justru dengan gaya bahasa yang sarat makna akan membuat penduduk Mekkah berpikir.

Untuk surah Madaniyah adalah, biasanya kandungan isinya lebih berbicara pada: 

Pertama, masalah tasyri’, hukum-hukum perdata (sipil), pidana, ibadah, dan muamalah.

Contohnya adalah Surah Al-Baqarah 178, 180, 183
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih."

"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa."

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"

Kedua, surah-surah Madaniyah mencoba mengingatkan ahli kitab bahwa saat ini syariat Nabi Muhammad yang benar, untuk itu ajakan Al-Qur’an terhadap ahli kitab supaya mereka mau memeluk Islam. Selain itu, ditunjukkan pula sifat dan tabiat ahli kitab (dalam hal ini cenderung menyoroyi umat Yahudi) yang kerap kali mengingkari nikmat Allah, mengkhianati rasul mereka, dan sering kali meragukan janji Allah. 

Ahli kitab tersebut kerap pula melakukan perbuatan licik dengan menghasut umat Islam, adu domba, maka kemudian Al-Quran membeberkan segala kejahatan mereka beserta nenek moyangnya, serta bentuk-bentuk pengingkaran yang telah dilakukan oleh generasi terdahulu dari ahlul kitab ini.

Contohnya adalah, urah Al-Baqarah: 246, Ali Imran: 23-25
"Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka Berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. nabi mereka menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal Sesungguhnya kami Telah diusir dari anak-anak kami?”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim."

"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang Telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran)."

"Hal itu adalah Karena mereka mengaku: “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan."

"Bagaimanakah nanti apabila mereka kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan)."

Ketiga, ayat-ayat dalam surah Madaniyah panjang-panjang karena kondisi masyarakat Madinah dalam segi kepandaian berbeda dengan masyarakat Mekkah.

Keempat, di Madinah terdapat sekelompok kaum munafik yang membahayakan keberadaan umat Islam, maka al quran membeberkan kejahatan niat mereka, bahaya kaum munafik bagi kaum muslim serta membuka tabir jahat yang selalu disembunyikan oleh kaum munafik. Kaum munafik timbul di masyarakat Islam Madinah karena mereka merasa tidak mampu menandingi kekuatan umat Islam saat itu, sehingga cara yang paling tepat adalah dengan mengadu domba umat Islam dan menjadi munafik supaya perlawanan mereka tidak diketahui. Berbeda dengan kondisi di Mekkah, karena pada saat tersebut umat muslim masih sedikit, dan lagi kaum musrikin menantang dengan terang-terangan karena merasa memegang kekuasaan.

IV. SURAH-SURAH MAKIYAH DAN MADANIYAH
Surah-surah Makkiyah yang urutannya sesuai dengan turunnya adalah sebagai berikut.

Al A’la, Al Qalam, Al Muzammil, Al Muddatstsir, Al Fatihah, Al Lahab, At Takwir, Al A’la, Al Lail, Al Fajr, Adl Dhuha, Al Insyirah, Al ‘Ashr, Al ‘Adiyat, Al Kautsar, Al Kautsar, At Takatsur, Al Ma’un, Al Kafirun, Al Fiil, Al Falaq, An Nas, Al Ikhlas, An Najm, ‘Abasa, Al Qodar, Asy Syamsu, Al Buruj, At Tin, Al Quraisy, Al Qariah, Al Qiyamah, Al Humazah, Al Mursalat, Qaf, Al Balad, Ath Thariq, Al Qamar, Shad, Al A’raf, Al Jin, Yasin, Al Furqon, Father, Maryam, Thaha, Al Waqiah, Asy Syu’ara, An Naml, Al Qashash, Al Isra’ Yunus, Hud, Yusuf, Al Hijr, Al An’am, Ash Shaffat, Luqman, Saba, Az Zumar, Ghafir, Fushshilat, As Syura, Az Zukhruf, Ad Dukhan, Al Jaatsiyah, Al Ahqaf, Adz Dzariyat, Al Ghasyiyah, Al Kahf, An Nahl, Nuh, Ibrahim, Al Anbiya, Al Mu’minun, As Sajdah, Ath Thur, Al Mulk, Al Haqqah, Al Ma’arij, An Naba, An Nazi’at, Al Infithar, Al Insyiqaq, Ar Rum, Al Ankabut, Al Muthaffifin.

Menurut Al Khudary, ada lima lagi surah yang termasuk Makkiyah, namun para ulama lain memasukkan surah tersebut ke dalam golongan Madaniyah. Lima surah tersebut adalah:

Az Zalzalah, Ar Ra’d, Ar Rahman, Al Insan, Al Bayyinah.

Sementara surah-surah Madaniyah menurut tertib turunnya adalah sebagai berikut:

Al Baqarah, Al Anfal, Ali Imron, Al Ahzab, Al Mumtahanah, An Nisa, Al Hadid, Al Qital, Ath Thalaq, Al Hasyr, An Nur, Al Haj, Al Munafiqun, Al Mujadalah, Al Hujurat, At Tahrim, At Taghabun, Ash Shaf, Al Jumu’ah, Al Fath, Al Maidah, At Taubah, An Nashr.

Semoga bermanfaat!


Referensi:

  • Abdul Adzim, Muhammad, Manahil Urfan Fi Ulum Al Qur’an 1 (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002)
  • Baidan,Nasrudin,Ulumul Qu’an (Jakarta: Al Huda, 2006)
  • Bey Arifin, Ringkasan Cerita Dalam Al Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
  • Fadh bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an, pent. Amirul Hasan (Yogjakarta: Titian Ilahi, 1996)
  • Hasbi Ashidiqie, Pengantar Ilmu Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang,1994)
  • Hamid Abu Zaid Nasr, Tekstualitas Alqur’an-Kritik Terhadap Ulumul Qur’an (Yogjakarta :Lkis,2005)
  • Hakim, Baqir, Ulumul Qur’an (Jakarta: Al Huda, 2006)
  • Lewis Bernard, Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah, pent. Said Jamzuri (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1994)
  • Nurkholis, Pengantar Studi Qur’an (Yogjakarta: Teras, 2008)
  • Syihab, M.Quraish, Metode Penelitian Tafsir (Ujung Pandang: IAIN Alauddin,1984)
  • Syadali, Ahmad, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000)
  • Zuhdi, Masfuk, Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya: Bina Ilmu)



Baca Juga

Posting Komentar

1 Komentar